Kalbar.WARTAGLOBAL.id, Ngabang, Kabupaten Landak – SPBU 64.783.03 di Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, diduga melakukan kecurangan dalam penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dugaan ini mencuat setelah seorang jurnalis, IRF, mengalami perlakuan mencurigakan saat hendak mengisi BBM. Alih-alih melayani kendaraan pribadinya, SPBU tersebut justru memprioritaskan pengisian jeriken, yang diduga tidak sesuai ketentuan.
Menurut IRF, operator SPBU menolak mengisi tangki kendaraannya dengan alasan barcode tidak terverifikasi. Namun, hal yang mencurigakan terjadi ketika jeriken-jeriken di sekitar SPBU tetap mendapat layanan tanpa hambatan. "Saya melihat antrean jeriken berjejer dan tetap dilayani, sementara kendaraan saya ditolak. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah jeriken-jeriken ini benar-benar memiliki barcode sah?" ujar IRF kepada wartawan.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh warga sekitar. Seorang pengendara, RM, mengungkapkan bahwa praktik ini bukan hal baru di SPBU tersebut. "Setiap hari begini, Bang. Jeriken diisi duluan, sementara kami yang bawa kendaraan antre lama. BBM subsidi seharusnya untuk rakyat, bukan untuk mereka yang pakai jeriken buat dijual lagi," keluh RM. Ia menambahkan bahwa meskipun lokasi SPBU ini dekat dengan kantor polisi, praktik ilegal ini tetap berlangsung tanpa tindakan tegas.
Dugaan penyimpangan ini berpotensi melanggar beberapa peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyatakan bahwa penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi dapat dikenakan pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar. Selain itu, praktik ini juga bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, yang mengatur bahwa BBM bersubsidi hanya boleh diberikan kepada pihak yang berhak, seperti kendaraan pribadi dan angkutan umum yang terdaftar dalam sistem subsidi.
SPBU juga dapat dikenakan sanksi berdasarkan Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penyaluran BBM Bersubsidi. Dalam aturan ini, SPBU diwajibkan memastikan bahwa BBM subsidi hanya diberikan kepada konsumen yang berhak, dengan mekanisme pengendalian seperti sistem barcode. Jika terbukti terjadi pelanggaran, SPBU 64.783.03 berpotensi dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional.
Masyarakat yang merasa dirugikan diimbau untuk segera melaporkan kejadian ini ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) atau aparat penegak hukum. Laporan bisa dilakukan melalui kanal resmi pengaduan BPH Migas atau aplikasi MyPertamina dengan menyertakan bukti berupa foto, video, atau testimoni. Jika pelanggaran terus dibiarkan, bukan tidak mungkin terjadi kelangkaan BBM subsidi yang semakin merugikan rakyat kecil.
Kasus ini juga menjadi alarm bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih serius mengawasi distribusi BBM subsidi di seluruh Indonesia. Jika pengawasan lemah, maka peluang penyalahgunaan akan semakin besar dan merugikan masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Investigasi mendalam harus segera dilakukan agar oknum-oknum yang terlibat dapat ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Saat ini, masyarakat menunggu respons tegas dari pihak berwenang terhadap dugaan kecurangan di SPBU 64.783.03. Jika dibiarkan, praktik serupa bisa merajalela di berbagai daerah lain, memperburuk ketimpangan akses BBM subsidi yang seharusnya menjadi hak rakyat.[AZ]

KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment