Acara debat kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat yang digelar di Qubu Resort, Jl. Ayani, pada Rabu malam (23/10/2024) diwarnai masalah akses bagi sejumlah awak media. Meskipun sudah menjalani prosedur pendaftaran peliputan yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Barat, beberapa jurnalis tetap tidak diizinkan masuk ke lokasi acara.
Masalah ini ternyata telah dimulai sejak Kamis, 17 Oktober 2024, ketika perwakilan media mendatangi Kantor KPU Kalimantan Barat sekitar pukul 16.21 WIB untuk mendaftar sebagai peliput debat kandidat. Novi, salah satu jurnalis yang hadir, menyatakan bahwa mereka diarahkan oleh petugas keamanan KPU untuk meninggalkan informasi kontak mereka setelah diberitahu bahwa petugas teknis yang menangani pendaftaran tidak berada di tempat.
"Kami diarahkan oleh keamanan KPU untuk meninggalkan kontak agar petugas teknis bisa menghubungi kami kembali, tapi hingga hari debat tidak ada pemberitahuan lebih lanjut," ungkap Novi.
Upaya untuk memastikan pendaftaran pun dilakukan kembali pada Selasa, 22 Oktober 2024. Sekitar pukul 15.30 WIB, sejumlah wartawan mendatangi kembali Kantor KPU untuk mengecek status pendaftaran mereka. Namun, mereka kembali mendapat informasi serupa bahwa petugas teknis masih belum ada di tempat. Rekan media akhirnya diminta datang langsung ke lokasi debat pada hari H dengan membawa kartu identitas pers mereka.
Namun, ketika tiba di lokasi debat pada Rabu malam (23/10/2024), para jurnalis dihadang oleh petugas di meja registrasi. Petugas meminta mereka menunjukkan undangan resmi sebagai syarat masuk, sesuatu yang tidak dimiliki oleh para jurnalis. Meskipun mereka berusaha menjelaskan bahwa pendaftaran sudah dilakukan sesuai prosedur, para wartawan tetap tidak diberikan akses masuk.
"Di sini hanya 40 media yang diizinkan meliput, dan itu pun yang sudah memiliki nametag," ujar salah satu petugas registrasi dari KPU. Pernyataan ini menimbulkan kebingungan di kalangan media, yang merasa sudah mematuhi prosedur tanpa menerima penjelasan rinci mengenai alasan penolakan.
Insiden ini memicu perdebatan antara wartawan dan petugas KPU di lokasi, serta memunculkan pertanyaan tentang kebebasan pers dalam meliput acara-acara penting, terutama yang berkaitan dengan kepentingan publik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 4 ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa tindakan yang menghalangi kerja jurnalis dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman maksimal 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
"Kejadian ini jelas sangat mengecewakan dan merugikan tugas kami sebagai jurnalis untuk menyampaikan informasi kepada publik," ujar Novi. "Kami sudah mengikuti semua prosedur yang ditetapkan, tapi pada akhirnya tidak bisa menjalankan tugas kami." Novi juga menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan langkah hukum jika masalah ini tidak segera ditanggapi oleh pihak terkait.
Kasus ini menjadi peringatan akan pentingnya jaminan kebebasan pers dalam peliputan acara publik seperti debat kandidat. Mekanisme pendaftaran dan akses media perlu ditinjau kembali agar kejadian serupa tidak terulang, serta memastikan semua pihak dapat menjalankan tugas sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
(Maulana)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment