Kalbar.WARTAGLOBAL.id , Kupang - Ipda Rudy Soik, mantan Kepala Unit Reserse Kriminal (KBO) Polresta Kupang Kota, menjadi sorotan publik setelah dikenai sanksi oleh Polda NTT karena diduga melakukan pelanggaran kode etik. Rudy tertangkap berada di sebuah tempat karaoke bersama dua Polwan saat jam dinas. Meskipun ia mengklaim kehadirannya di sana untuk melakukan analisis dan evaluasi (Anev) terkait penyelidikan jaringan penyalahgunaan BBM bersubsidi, penyelidikan internal membantah alasan tersebut.
Sanksi dan Mutasi ke Luar NTT
Polda NTT memberikan sanksi etika berupa pernyataan bahwa perilaku Rudy Soik merupakan perbuatan tercela. Selain itu, ia diwajibkan meminta maaf secara lisan kepada institusi Polri dan pihak-pihak yang merasa dirugikan. Sanksi administratif lainnya termasuk penempatan khusus selama 14 hari dan demosi yang mengharuskan Rudy dipindahkan dari Polda NTT ke luar wilayah selama tiga tahun, dengan kemungkinan penempatan di Papua.
Tanggapan Rudy Soik: Ada Upaya Penghalangan?
Rudy Soik menyatakan bahwa sanksi tersebut merupakan bentuk pembunuhan karakter dan upaya untuk menghalangi penyelidikan lebih lanjut terkait jaringan mafia BBM bersubsidi. Rudy mengaku memiliki bukti kuat yang mengaitkan beberapa oknum dalam kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi di NTT. Ia juga menyatakan siap membeberkan bukti yang dimilikinya jika diperlukan.
Komisi III DPR RI: Dugaan Pembungkaman Terhadap Penegakan Hukum
Kasus ini mendapat perhatian dari Komisi III DPR RI yang menilai sanksi terhadap Rudy Soik terkesan mengada-ada dan bisa jadi merupakan upaya untuk menjauhkannya dari penyelidikan yang sedang dilakukan. Anggota Komisi III, Gilang, menyebutkan bahwa keberanian Rudy mengungkap jaringan mafia BBM seharusnya mendapat dukungan, bukan hukuman. Menurutnya, sanksi demosi dan mutasi ini menimbulkan pertanyaan, terutama ketika Rudy mulai menemukan titik terang dalam pengusutan kasus ini.
Sikap Polda NTT
Polda NTT melalui Kabid Humas Kombes Pol Ariasandy menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Rudy merupakan pelanggaran kode etik, dan sanksi dijatuhkan setelah proses sidang kode etik pada akhir Agustus 2024. Polda juga menjelaskan bahwa tidak ada tuduhan Rudy berselingkuh, tetapi pelanggaran ini terkait tindakan yang tidak sesuai dengan jam dinas.
Dengan adanya perhatian dari pihak legislatif, kasus ini diprediksi akan terus berlanjut. Komisi III DPR RI berjanji untuk terus mengawal kasus ini agar proses hukum terhadap jaringan mafia BBM bersubsidi tidak terhenti di tengah jalan, dan pihak-pihak yang terlibat dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.[AZ]
Editor:Muchlisin
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment