Kewenangan DPR dalam Mencopot Pejabat Negara: Batasan dan Implikasinya - Warta Global Kalbar

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

Kewenangan DPR dalam Mencopot Pejabat Negara: Batasan dan Implikasinya

Thursday, 6 February 2025


Photo rapat DPR RI 

Kalbar WARTAGLOBAL.id-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi merevisi Tata Tertib (Tatib) yang memperluas kewenangannya, termasuk memungkinkan DPR mencopot pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Revisi ini menjadi perbincangan luas karena berpotensi mengubah keseimbangan kekuasaan antara lembaga negara. Dalam aturan sebelumnya, pencopotan pimpinan KPK dan hakim MK memiliki prosedur yang lebih ketat dan melibatkan mekanisme hukum yang panjang. Dengan revisi ini, DPR dapat lebih mudah mengambil tindakan terhadap pejabat tinggi di dua lembaga tersebut.


Perubahan ini muncul di tengah sorotan terhadap kinerja KPK dan keputusan kontroversial MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun. Keputusan MK tersebut memicu protes di DPR karena dianggap mencampuri kewenangan pembentuk undang-undang. Beberapa anggota DPR menilai bahwa perubahan aturan terkait masa jabatan seharusnya melalui proses legislasi di DPR, bukan lewat putusan MK. Dengan revisi Tatib ini, DPR ingin memastikan bahwa mereka memiliki kontrol lebih besar dalam menanggapi keputusan yang dianggap bermasalah.


Selain itu, revisi ini dinilai sebagai bentuk penguatan peran DPR dalam pengawasan lembaga tinggi negara. Namun, banyak pihak mengkhawatirkan bahwa kewenangan baru ini dapat digunakan sebagai alat politik untuk menekan atau mengganti pimpinan lembaga yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan tertentu. Sebagian kalangan menduga bahwa langkah ini bisa berdampak pada independensi KPK dalam pemberantasan korupsi serta independensi MK dalam menjaga konstitusi.


Terkait mekanisme pencopotan, DPR menyatakan bahwa prosedurnya tetap mengikuti prinsip checks and balances. Meskipun memiliki wewenang lebih besar, DPR menegaskan bahwa pencopotan tidak bisa dilakukan sembarangan dan tetap harus melewati proses tertentu. Namun, banyak kritik yang muncul mengenai potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam implementasi aturan baru ini. Jika tidak diawasi dengan ketat, revisi ini bisa menimbulkan ketidakstabilan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.


Di sisi lain, beberapa ahli hukum menilai bahwa revisi ini dapat bertentangan dengan prinsip demokrasi dan independensi lembaga negara. DPR memang memiliki fungsi pengawasan, tetapi mencampuri urusan internal lembaga independen seperti KPK dan MK bisa melemahkan kredibilitas kedua institusi tersebut. Penguatan peran DPR seharusnya dilakukan dengan tetap menjaga prinsip hukum yang adil dan tidak menimbulkan dominasi kekuasaan yang berlebihan.


Ke depan, revisi Tata Tertib DPR ini kemungkinan akan menjadi perdebatan lebih lanjut, baik di kalangan akademisi, praktisi hukum, maupun masyarakat luas. Pengamat menilai bahwa perlu ada mekanisme pengamanan agar perubahan aturan ini tidak digunakan untuk kepentingan politik semata. Selain itu, penting bagi publik untuk terus mengawal implementasi aturan ini agar tetap selaras dengan prinsip demokrasi dan supremasi hukum, Semoga aja tidak ditarik untuk kepentingan tertentu (MUL)




KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment