KPK "Menggila" di Kalbar, Tapi Hanya Pejabat Rendahan yang Jadi Tumbal - Warta Global KALBAR

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

KPK "Menggila" di Kalbar, Tapi Hanya Pejabat Rendahan yang Jadi Tumbal

Thursday, 8 May 2025

kalbar.WARTAGLOBAL.id, Pontianak – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali unjuk gigi. Kalimantan Barat diguncang. Bukan gempa, tapi operasi senyap dari lembaga antirasuah yang selama empat hari—25 hingga 29 April 2025—mengobok-obok tiga kabupaten: Mempawah, Sanggau, dan Kota Pontianak.

Sebanyak 16 lokasi digeledah. Targetnya proyek infrastruktur yang diduga penuh penyimpangan. Kata KPK, ada indikasi kerugian negara, aliran dana mencurigakan, dan skema korupsi berjamaah. Sejauh ini, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, enam berstatus saksi, dan sisanya masih ‘gentayangan’ dalam status abu-abu.

Tapi yang jadi perhatian publik bukan siapa yang ditangkap, melainkan siapa yang tidak. Lagi-lagi, KPK seperti mengulang pola lama: menyerbu bawahan, membiarkan atasan melenggang. Kepala dinas dan pejabat teknis jadi sasaran. Mereka dijadikan tumbal, sementara aktor utama tetap tersembunyi di balik bayang kekuasaan.

"Hukum kita tajam ke bawah, tumpul ke atas," kata seorang aktivis antikorupsi lokal yang enggan disebut namanya. "KPK seperti hanya berani menyalak di daerah. Begitu masuk Jakarta, tiba-tiba kehilangan taring."

Memang, tak sedikit yang menilai operasi KPK di Kalbar ini lebih bersifat simbolik ketimbang substansial. Ketika korupsi mega-skala di pusat kekuasaan tampak dibiarkan mengendap, gebrakan di daerah terasa seperti pengalihan isu. Apalagi, sejumlah media lokal mulai dibungkam. Tak semua penggeledahan terpublikasi. Beberapa wartawan mengaku tidak mendapat akses. Ada yang memilih diam. Ada pula yang mengaku ditekan.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan penyelidikan masih berlangsung dan pihak-pihak terkait sedang didalami. Tapi sejauh ini, tak ada nama besar yang muncul ke permukaan. Semuanya kabur dalam pernyataan normatif dan kalimat "masih didalami" yang seolah jadi mantra wajib KPK.

Pertanyaannya: mengapa KPK begitu agresif di daerah tapi pasif di pusat? Di Jakarta, tempat bersarangnya elite politik, pusat pengendali anggaran, dan sumber kebijakan nasional, KPK tampak lesu. Tak ada penggeledahan besar-besaran. Tak ada konferensi pers dengan barang bukti segudang. Tak ada drama penangkapan yang menyita perhatian publik. Padahal, semua tahu, rute besar korupsi mengalir dari pusat ke daerah, bukan sebaliknya.

"Kalau berani, kejar pengambil keputusan utama. Jangan cuma tukang tanda tangan yang dijadikan kambing hitam," kata pengamat hukum dari Universitas Tanjungpura, Dr. Zainal Arifin. Ia menyebut fenomena ini sebagai bentuk penegakan hukum yang "seremonial", bukan struktural.

Kini, masyarakat hanya bisa menyaksikan drama tahunan ini dengan rasa getir. Setiap tahun ada OTT. Setiap tahun ada pejabat diringkus. Tapi aktor utama tetap duduk nyaman di kursi empuknya. Rakyat pun makin skeptis. KPK yang dulu dielu-elukan sebagai benteng terakhir pemberantas korupsi, kini seperti sinetron yang jalan ceritanya bisa ditebak: pion tumbang, raja diam.

Akhirnya, kita kembali pada rutinitas: menunggu episode selanjutnya sambil menyeruput kopi dan membaca berita tentang pejabat rendahan yang jadi tersangka, sembari sadar—korupsi besar mungkin baru ditangkap nanti, saat tak lagi punya kuasa, atau saat negara sudah tak peduli.[AZ]


Sumber:ROSANI JAMANI




KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment