Janji Tegas Kapolda Gema di Media, Tapi PETI di Kapuas Tak Pernah Padam” - Warta Global Kalbar

Mobile Menu

Top Ads

Klik

Berita Update Terbaru

logoblog

Janji Tegas Kapolda Gema di Media, Tapi PETI di Kapuas Tak Pernah Padam”

Wednesday, 22 October 2025

Kalbar.WARTAGLOBAL.id-- Sanggau, Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di aliran Sungai Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, kini berubah menjadi drama paling kelam dalam sejarah penegakan hukum lingkungan di daerah itu. Suara deru mesin dompeng menggema siang dan malam, merkuri dibuang tanpa ampun, sementara aparat penegak hukum justru disebut-sebut ikut menikmati aliran rupiah dari hasil tambang haram tersebut.

Dari hulu hingga hilir, Sungai Kapuas kini tak lagi bersuara jernih. Lumpur tambang dan merkuri mematikan ikan, mencemari air, dan meracuni kehidupan masyarakat yang selama ini menggantungkan nasib dari sungai terbesar di Indonesia itu. Namun yang lebih memprihatinkan, tambang ilegal justru beroperasi terang-terangan, seolah mendapat “restu tak tertulis” dari pihak berwenang.

Masyarakat di sekitar aliran sungai bahkan menyebut beberapa nama aparat yang diduga menjadi “koordinator lapangan” PETI dan menerima setoran bulanan dari para cukong tambang. Sementara pihak Polres Sanggau memilih diam, tanpa konferensi pers, tanpa penindakan, tanpa tindakan nyata.



“Semua orang tahu siapa yang bermain. Tapi tak ada yang berani bicara keras, karena yang melindungi mereka orang berseragam,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Padahal, Kapolda Kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto, S.I.K., M.H., dalam berbagai kesempatan sudah menegaskan zero tolerance terhadap PETI. “Kami akan tindak siapa pun yang terlibat dalam perusakan lingkungan, termasuk aparat jika terbukti melindungi. Penegakan hukum tidak pandang bulu,” tegas Pipit beberapa waktu lalu.

Nada tegas itu juga disuarakan AKBP Ahmad Munjahid, Kabag Wassidik Ditreskrimsus Polda Kalbar, saat menanggapi aksi unjuk rasa Barisan Pemuda Melayu (BPM). “Kami tidak hanya mengejar penambang kecil, tapi akan memburu cukong dan aktor intelektual di balik PETI,” ujarnya.

Namun kenyataannya, di lapangan justru sebaliknya. Penambang kecil ditangkap untuk formalitas, sementara para pemain besar dan pelindung berseragam tak tersentuh. Situasi ini memunculkan dugaan kuat bahwa ada permainan sistematis di balik maraknya PETI di Sanggau.

Sungai Kapuas kini menjerit. Airnya berwarna cokelat pekat, ikan menghilang, dan warga mulai terserang penyakit kulit. Sumber air bersih musnah, kehidupan berubah. “Kami tidak butuh janji lagi, kami butuh tindakan nyata. Kalau Kapolri serius, bentuk tim independen untuk bersihkan aparat di Kalbar,” tegas seorang aktivis lingkungan dari Sintang.

Secara hukum, pelaku PETI melanggar Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Tak hanya itu, mereka juga bisa dijerat dengan UU Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, bahkan UU Tipikor jika terbukti ada gratifikasi atau penyalahgunaan wewenang.

Namun semua pasal itu kini seperti mati suri di tepian Sungai Kapuas, kalah oleh kilauan emas dan aroma uang. Jika Polri benar-benar ingin bersih, Sanggau harus jadi titik awal pembenahan besar-besaran. Karena di sinilah publik menanti, apakah hukum di Indonesia masih berpihak pada rakyat dan lingkungan, atau sudah tunduk di bawah kaki para cukong tambang.



Editor     : Muchlisin
Sumber :  Time Red WGR

Klik