Kerusakan mangrove yang terjadi di pesisir pantai Desa Semelagi ini telah menarik perhatian publik. Pengusaha yang diduga bertanggung jawab mengubah fungsi hutan mangrove menjadi tambak pribadi itu disinyalir mengabaikan berbagai aturan yang melindungi kawasan tersebut. Menurut UU No. 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU No. 27 Tahun 2007, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Selain itu, peraturan presiden No. 73 Tahun 2012 tentang strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove memperkuat perlindungan terhadap kawasan ini.
"Ini Sangat Berbahaya"
Aktivis lingkungan, Mulyadi, menyoroti tindakan pengusaha tersebut. Ia menilai perusakan mangrove ini merupakan tindakan yang sangat berbahaya dan merugikan lingkungan. "Hingga saat ini, oknum pengusaha berinisial Ahn belum dipanggil oleh pihak berwenang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ini memunculkan pertanyaan, ada apa dengan aparat penegak hukum di wilayah Kalimantan Barat?" kata Mulyadi.
Masyarakat pun mempertanyakan mengapa aparat hukum seolah-olah tutup mata terhadap kasus ini. Mulyadi menambahkan, UU No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, khususnya Pasal 83 ayat 1 huruf b, dengan jelas menyatakan bahwa pelaku perusakan hutan dapat dipidana penjara hingga 15 tahun dan dikenakan denda sebesar Rp 100 miliar. Selain itu, UU Kehutanan Pasal 50 melarang keras pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove, dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar sesuai Pasal 78.
Pemulihan Mangrove Terancam
Selain regulasi yang sudah ada, pemerintah melalui Perpres No. 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) juga telah mengatur tentang pemulihan ekosistem mangrove yang rusak atau terdegradasi. Hal ini, menurut Mulyadi, seharusnya menjadi dasar yang kuat untuk melestarikan hutan mangrove, bukan justru membiarkan pengusaha merusaknya untuk kepentingan pribadi.
"Tindakan yang dilakukan Ahn sudah memenuhi unsur pelanggaran hukum," ujar Mulyadi dengan tegas. Ia mendesak Balai Gakkum KLHK wilayah Kalimantan Barat untuk segera memanggil Ahn agar dimintai keterangan terkait perusakan kawasan mangrove. "Tidak boleh ada kebal hukum dalam kasus ini. Harus ada kejelasan dan tindakan tegas dari aparat," tutupnya.
Kasus ini terus menjadi sorotan, baik di kalangan aktivis lingkungan maupun masyarakat setempat. Mereka berharap tindakan hukum yang tegas bisa segera dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut di wilayah pesisir Sambas. Mangrove bukan sekadar pelindung garis pantai, tapi juga rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna. Perusakan mangrove, jika dibiarkan, akan membawa dampak buruk jangka panjang bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
(Maulana)
Editor:SY
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment