Kalbar.WARTAGLOBAL.id , Pontianak – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) memeriksa sejumlah pejabat menyusul pengakuan mengejutkan terdakwa Markus dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek Rehabilitasi Jembatan Timbang Siantan Tahap IV Tahun Anggaran 2021. Markus mengungkapkan bahwa ia diminta menyerahkan uang Rp250 juta kepada oknum jaksa di Kejati Kalbar dengan iming-iming kasusnya akan dihentikan. Pengakuan ini memicu sorotan tajam terhadap integritas penegak hukum di wilayah tersebut.
Dalam persidangan, Markus menjelaskan bahwa uang tersebut diserahkan dalam dua tahap langsung di kantor Kejati Kalbar. Fakta ini menjadi pukulan telak bagi citra lembaga penegak hukum, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Tak hanya itu, muncul pula tudingan lain terkait aliran dana sebesar Rp900 juta yang diduga mengalir ke mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pontianak, YSK. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), YSK mengakui menerima dana itu, namun membantah nominal yang disebutkan dan mengklaim hanya menerima Rp300 juta.
Kepala Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN) Kalimantan Barat, Stevanus Febyan Babaro, angkat bicara terkait temuan ini. Ia menilai pengakuan Markus membuka indikasi kuat adanya tindak pidana di tubuh aparat penegak hukum. “Ini menunjukkan bobroknya sistem hukum yang harus segera dibersihkan. Kami akan mengambil langkah hukum untuk memastikan keadilan ditegakkan,” tegas Stevanus.
Kejati Kalbar sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah hukum yang akan diambil terhadap pejabat-pejabat yang disebut dalam persidangan. Namun, pemeriksaan internal terhadap sejumlah oknum sudah dilakukan. Masyarakat menanti sikap tegas institusi ini untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap integritas hukum di Kalimantan Barat.
Kasus ini menjadi sorotan nasional karena mengungkapkan keterlibatan oknum aparat dalam memanfaatkan kasus korupsi sebagai ladang untuk keuntungan pribadi. Aktivis antikorupsi pun menyerukan perlunya pengawasan eksternal terhadap lembaga penegak hukum untuk mencegah praktik serupa di masa depan. “Hukum harus menjadi panglima, bukan alat untuk memperkaya segelintir oknum,” ujar seorang pengamat hukum.
Dengan pengakuan terdakwa yang menyeret nama-nama besar, kasus ini menjadi ujian berat bagi Kejati Kalbar. Apakah institusi ini akan mampu membuktikan komitmennya dalam membersihkan tubuhnya sendiri atau justru memperkuat anggapan buruk terhadap lemahnya supremasi hukum di Indonesia? Waktu akan menjawab.[AZ]
Editor:Johandi
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment