Hak Jurnalis Dibatasi di PTUN Pontianak, Kebijakan Internal Dinilai Bertentangan dengan UU Pers - Warta Global Kalbar

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

Hak Jurnalis Dibatasi di PTUN Pontianak, Kebijakan Internal Dinilai Bertentangan dengan UU Pers

Wednesday, 5 February 2025
foto:  wawancara yang dilakukan wartawan dalam rangka mengumpulkan data dan fakta dengan Erick martio Suseno.(doc.wartaglobal.id)

Kalbar,Wartaglobal.id,Pontianak– Insiden larangan peliputan terhadap wartawan Warta Global kalbar dan Kompas di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak menuai sorotan tajam. Awak media yang tengah meliput sidang sengketa pertanahan antara Erick Martio Suseno dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubu Raya dihadang petugas keamanan, dengan alasan bahwa pengambilan foto dan video dalam ruang sidang tidak diperbolehkan oleh pimpinan pengadilan.

foto: tim Investigasi.(Doc.wartaglobal Kalbar)

Namun, yang mengejutkan adalah adanya ketidaksesuaian pernyataan antara pihak keamanan dan pihak pengadilan. Saat wartawan mencoba mengklarifikasi langsung kepada hakim PTUN, mereka justru tidak dapat bertemu dengan alasan "ibu hakim sedang sibuk," sebagaimana disampaikan perwakilan PTUN Pontianak.

Setelah dilakukan klarifikasi lebih lanjut, pernyataan yang diterima dari pihak PTUN justru bertolak belakang dengan apa yang sebelumnya dikatakan oleh petugas keamanan. Pihak pengadilan menyatakan bahwa peliputan dan pengambilan gambar di awal sidang sebenarnya diperbolehkan.

Perbedaan pernyataan ini memunculkan pertanyaan besar tentang transparansi dan keterbukaan informasi di lembaga peradilan. Wartawan yang meliput peradilan publik seharusnya mendapatkan akses yang jelas, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin hak jurnalis dalam memperoleh dan menyebarluaskan informasi.

"Ini sangat membingungkan dan menunjukkan adanya miskomunikasi serius antara pengadilan dan petugas keamanannya. Padahal, keterbukaan informasi dalam persidangan adalah hak publik yang harus dijaga," ujar Alfian salah satu jurnalis Kompas yang berada di lokasi.

Menurut Undang-Undang Pers, jurnalis memiliki hak untuk meliput setiap peristiwa penting, termasuk proses persidangan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Bahkan, Mahkamah Agung sebelumnya telah menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi wartawan untuk mengambil gambar atau merekam video di ruang sidang selama tidak mengganggu jalannya persidangan.

Ketua DPD Gwi salah satu organisasi jurnalis di Pontianak menilai insiden ini sebagai bentuk pembatasan akses terhadap media dan bertentangan dengan prinsip transparansi hukum.

"Setiap jurnalis memiliki hak yang dijamin oleh undang-undang untuk mendapatkan informasi. Jika ada pembatasan tanpa dasar yang jelas, maka ini bisa dianggap sebagai tindakan yang merugikan kebebasan pers," tegasnya.

Menurutnya, kasus seperti ini seharusnya tidak terjadi, apalagi di lembaga peradilan yang menjadi simbol penegakan hukum dan keadilan. Jika ada aturan internal yang melarang peliputan, seharusnya disosialisasikan secara transparan kepada media, bukan dengan memberikan informasi yang tumpang tindih dan membingungkan.

Insiden ini menegaskan perlunya koordinasi yang lebih baik di internal PTUN Pontianak agar tidak terjadi kesimpangsiuran kebijakan yang merugikan transparansi hukum dan akses informasi publik.

Sebagai lembaga peradilan, PTUN seharusnya memberikan kepastian aturan yang konsisten, bukan justru menimbulkan kebingungan di kalangan media. Perbedaan pernyataan antara pengadilan dan petugas keamanan ini menunjukkan adanya celah dalam komunikasi internal yang perlu segera diperbaiki agar tidak menghambat kerja jurnalis dalam menjalankan tugasnya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.(Kzn)



KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment