RUU KUHAP BATASI WEWENANG JAKSALIBAPAN: SEGERA SAHKAN - Warta Global Kalbar

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

RUU KUHAP BATASI WEWENANG JAKSALIBAPAN: SEGERA SAHKAN

Sunday, 16 March 2025


Kalbar.WARTAGLOBAL.id-Pontianak,  MPNN : Rencana DPR-RI yang akan mengesahkan RUU KUHAP dalam waktu dekat ini ditanggapi positif oleh berbagai unsur masyarakat. Kepala Badan Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia ( LIBAPAN) Kalimantan Barat menegaskan pihaknya sangat mendukung sikap dan peran anggota DPR RI Komisi 3 dalam merumuskan RUU yang telah berusia 44 tahun.


 " Wacana tersebut cukup up to date. Bahkan kami secara lembaga sangat sependapat karna model yang lama tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman maupun kebutuhan penegakan hukum modern juga sebagai upaya penyesuaian terhadap KUHP baru, " tegas Stevanus Febyan Barbaro


Dia yakin masyarakat tetap menyambut baik mengingat fungsi DPR yang merancang undang-undang secara jeli termasuk mengatur semuanya se proposional mungkin, berimbang dan tak ada yang berlebihan. Segala instrumen penegakan hukum di jaman Pak Prabowo benar-benar di restruktur Legislatif. 


Mereka, kata Febyan, begitu faham dan mengerti permasalahan yang terjadi hari ini dan berupaya mengakomodir visi misi presiden. isu yang di giring secara liar di berbagai platform haruslah di buat dengan narasi yang berimbang dan komperhensif agar masyarakat mendapatkan literasi yang baik sehingga tidak gagal paham.


" Kita harus berikan literasi yang jelas dulu kepada masyarakat, mengenai isu yang lagi kontroversi, jangan kemudian di tapsirkan secara sumir dan digiring terlalu berlebihan seolah-olah jaksa mau dilemahkan karna dianggap lagi bersinar. Rumusan RUU KUHAP yang di cabut kewenangan jaksa itu hanya mengenai perannya sebagai penyidik di kasus korupsi. 


Jaksa tetap bisa menangani kasus tipikor cuma bagiannya pas penuntutan saja, biarkan proses penyelidikan dan penyidikan di handle kepolisisian, diluar KPK.  Jadi polisi itu Sidik Lidik sementara Jaksa Penuntutan dan Hakim yang Ketok Palu, " paparnya. 


Febyan menerangkan, ada beberapa pasal yang telah membuat instansi kejaksaan sudah sangat jauh keluar dari koridor dan fungsinya yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Makanya disini perlu disepakati bahwa tidak ada lembaga yang boleh ABUSE OF POWER seperti saat ini melekat di instansi Kejaksaan. 


Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 30B huruf a, Pasal 35 ayat (1) huruf g dan huruf e yang saat ini juga sedang di UJI di MK oleh beberapa kelompok masyarakat karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 


Misalnya : 1.Kewenangan Berlebihan Menduduki Jabatan Diluar Instansi Kejaksaan:
Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Kejaksaan menyatakan, “(1) Jaksa dapat ditugaskan untuk menduduki atau mengisi jabatan: a. di luar instansi Kejaksaan; b. pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; c. dalam organisasi internasional; d. dalam organisasi profesi internasional; atau e. pada penugasan lainnya. (2) Pelaksanaan tugas Jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan rangkap jabatan sepanjang terkait dengan kompetensi dan kewenangan Jaksa.”


2.Kewenangan Berlebihan Dibidang Intelijen:
Pasal 30B huruf a UU Kejaksaan menyatakan, “Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang: a. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum.”


3.Kewenangan Melakukan Intervensi Terhadap Hakim / Pengadilan:
Pasal 35 ayat (1) huruf g dan huruf e UU Kejaksaan menyatakan, “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi dalam lingkup peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan agama, dan peradilan militer; g. mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan Penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.”


4.Kewenangan dan Kekebalan Hukum Terhadap Jaksa:
Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan menyatakan, (5) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan,
penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.


Berangkat dari dasar itulah LIBAPAN Berharap wacana RUU segera disahkan, BPK dibubarkan tidak ada gunanya lagi, pasalnya jaksa sudah melampaui kewenangannya malah makin kesini seolah mereka lebih jago menghitung kerugian negara, padahal Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sudah sangat jelas mengatur tentang kerugian negara. Jadi yang boleh menghitung ya hanya BPK. Fenomena ini sudah masif terjadi diseluruh indonesia. 


Pada Prinsipnya, sambung Febyan, kita selalu dukung kejaksaan, apalagi sejak awal negara ini berdiri, lembaga tersebut merupakan bagian dari instrumen penegakan hukum yang tak pernah bisa dipisahkan. Dilain sisi masyarakat juga harus mengontrol jangan sampai ada satupun lembaga negara yang SUPERBODY dan mengakibatkan ABUSE OF POWER kedepannya.


" Kalau Kejaksaan bisa memastikan seluruh anggotanya bekerja sesuai aturan dan lurus , seperti sanggup memastikan tidak terjadi peradilan sesat maupun tebang pilih kasus ya no problem, pasti kita dukung meskipun diberikan hak imunitas dan kewenangan sebesar apapun agar POWERFULL, tapi kan kondisi kemarin sampai hari ini tidak begitu, ujarnya. 


Febyan mengungkapkan dampak kesewenang-wenangan jaksa belakangan ini dirasakan banyak orang termasuk pihaknya yang bersaksi mengalami secara langsung ketika mendampingi suatu kasus UPPKB Siantan di Pontianak, Kalimantan Barat.


" LIBAPAN mas mengalami sendiri pada salah satu kasus korupsi klien kami, ada oknum petinggi Jaksa (Ex Kajati, Kajari dan lainnya ) yang diduga melakukan pemerasan 2,3 M, tercantum di dalam BAP serta terungkap di muka persidangan bersamaan bukti video amatir penyerahan uangnya yang diputar di persidangan, bahwa kemudian akhir dari kasus itu putusan terhadap klien kami hakim memutuskan dalam dakwaan subsidair, klien kami bebas dan tidak terbukti bersalah, tidak terbukti menerima aliran uang yang dipersangkakan kepada klien kami. Sebaliknya oknum-oknum pejabat jaksa yang terungkap didalam persidangan justru tindak pernah ditindak. Contoh kasus ini aja, dari sekian banyak perkara, sudah menunjukan wujud tidak adil dan berimbang, " akunya. 


Febyan juga menekankan pihak kejaksaan tidak melakukan klaim berlebihan tanpa dasar jelas atas perhitungan kerugian negara yang justru malah keluar dari esensi UU Tipikor hanya untuk gimmick dan framing demi meraih simpati publik. "Jangan lebay cari perhatian masyarakat. Hitung asal asalan nyebut tanpa indikator perhitungan yang jelas, sembarang klaim dengan angka yang fantastis. Maklum masyarakat kita kan miskin literasi, malas untuk mencari kebenaran yang riil jadi kendati info itu salah telak berkembang di media ya langsung di telan bulat-bulat seolah kejaksaan jadi malaikat penyelamat kerugian negara 300T padahal semua itu nonsens, " sebutnya. 


Sebagai pengetahuan buat kita kita yang awam, LIBAPAN menjelaskan esensi dari kerugian negara dalam UU Tipikor itu kan adalah suatu kerugian pasti, aktual, nyata (actual loss), yang telah terjadi bukan perkiraan. Kalau baru berpotensi itu asumsi namanya. Kita lihat kasus MCO, hasil hitungan BPK gak dipakai. Sama pada kasus Tom Lembong maupun timah Harvey Moeis yang menyebut kerugian negara sebesar 300 T. Ternyata yang menghitung Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo dengan dalil potensi kerugian Ekologis, yang kompetensi absolutnyapun perlu di pertanyakan terlebih dahulu. Lantas yang jadi pertanyaan negara apa gunanya BPK, bubarkan aja ngga ada faedahnya kok. (MUL)


Editor S,Pram



KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment