
Kalbar.WARTAGLOBAL.id, Pontianak – Dunia pers kembali diserang, kali ini dengan cara yang brutal dan terencana. Dua wartawan dari media online Detik Kalbar dan Kalbar Satu Suara, berinisial R dan S, mengalami intimidasi berat saat tengah melakukan peliputan investigatif aktivitas tambang emas ilegal di Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, pada Jumat (27/6). Peristiwa ini bukan hanya bentuk penghalangan kerja jurnalistik, tetapi juga persekusi terang-terangan terhadap kebebasan pers.
Wartawan R dan S diadang oleh sekelompok warga yang diduga kuat merupakan bagian dari jaringan tambang ilegal. Mereka tidak hanya ditahan secara paksa, tetapi juga dipaksa menandatangani surat pernyataan sepihak yang isinya jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi dan hukum pers nasional. Bahkan, mobil mereka turut ditahan.
Yang paling mengiris nurani, keempat anak mereka yang berada di dalam mobil saat kejadian ikut menjadi korban tekanan psikologis. Tangisan histeris anak-anak tersebut menggambarkan bagaimana aksi ini sudah melewati batas kemanusiaan dan melanggar hak-hak anak sebagaimana dijamin dalam hukum nasional.
Surat pernyataan yang dipaksakan kepada R dan S berisi empat poin yang mencerminkan upaya membungkam media secara sistematis:
1. Tidak boleh ada pemberitaan negatif tentang Kecamatan Belitang Hilir.
2. Wartawan dilarang memasuki wilayah tersebut di masa depan.
3. Tidak boleh ada wartawan yang melakukan pemerasan atau pungli terhadap warga.
4. Jika tetap ada pemberitaan negatif, media Detik Kalbar bersedia bertanggung jawab.

Tindakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:
Pasal 4 ayat (3): Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Pasal 18 ayat (1): "Setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenai pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta."
Lebih jauh, aksi ini juga membuka peluang penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terutama:
Pasal 76C: "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak."
Pasal 80 ayat (1): "Setiap orang yang melanggar Pasal 76C dapat dipidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta."
Tak hanya itu, mengingat aktivitas tambang emas ilegal menjadi akar persoalan, para pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yakni:
Pasal 158: "Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar."
GWI Kalbar: Ini Penghinaan terhadap Demokrasi, Jangan Biarkan Mafia Tambang Menang
Ketua GWI Kalimantan Barat, Alfian, mengecam keras insiden ini dan menuntut aparat bertindak cepat:
“Ini bukan sekadar intimidasi, ini perampasan hak jurnalistik dan penghinaan terhadap demokrasi. Jangan biarkan mafia tambang ini terus merajalela. Negara tidak boleh kalah,” tegas Alfian.
Bendahara GWI Kalbar, Andi Azwar, juga menyerukan pembentukan tim pencari fakta dan penggunaan seluruh instrumen hukum terhadap para pelaku.
“Ini pelanggaran berat. Aparat penegak hukum harus menggunakan UU Pers, UU Perlindungan Anak, UU Minerba, bahkan pasal-pasal pidana jika diperlukan. Kami akan kawal kasus ini sampai ke pusat. Bongkar semua jaringannya, termasuk beking-bekingnya,” tandas Andi.
Desakan Aksi Nyata
GWI Kalbar meminta agar Kapolda Kalimantan Barat, Kapolres Sekadau, dan instansi penegak hukum lainnya segera turun tangan dan tidak memberikan ruang kompromi terhadap tindakan premanisme yang mengatasnamakan masyarakat.
“Kalau ini dibiarkan, maka yang terancam bukan hanya wartawan, tapi masa depan kebebasan informasi di negeri ini,” pungkas Alfian.
Kasus ini menjadi ujian bagi negara dalam menegakkan supremasi hukum dan perlindungan terhadap pilar demokrasi. Dunia menonton. Jangan sampai hukum tunduk pada kekuasaan gelap para mafia tambang.[AZ]
Editor:[Bahri]

KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment