
Keluhan muncul dari berbagai penjuru kota. Pak Budi, warga Sintang, mengaku telah berkeliling ke sejumlah tempat demi mencari gas, namun hasilnya nihil atau hanya tersedia dengan harga selangit.
"Saya keliling nyari gas, tapi benar-benar langka. Dapat pun harganya Rp38.000. Pemerintah tolong lebih peka, kasihan masyarakat," ujarnya dengan nada kecewa.
Ibu Lina, seorang ibu rumah tangga, juga menyuarakan keresahannya. Ia harus berbagi waktu antara mengurus anak dan mencari gas untuk memasak.
"Susah sekali. Mau masak, urus anak, sekarang harus keliling cari gas pula. Belum lagi mahal, padahal penghasilan pas-pasan," keluhnya.
Ironisnya, kelangkaan ini seperti luput dari perhatian serius pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum (APH). Tak ada langkah konkret, meski dugaan praktik curang dalam distribusi LPG mulai ramai diperbincangkan masyarakat.
Ketua Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kalimantan Barat, Alfian, pun angkat bicara. Melalui pernyataan via WhatsApp, ia menyesalkan lambannya respons pemerintah.

"Kasihan masyarakat. Pemkab jangan hanya sibuk urusan seremonial. Ini soal dapur warga. Aparat juga jangan diam. Jika ada mafia, usut dan tindak! Jangan tunggu viral baru bergerak," tegasnya.
Kondisi ini menuntut tindakan cepat, tegas, dan transparan dari Pemkab Sintang serta instansi terkait. Masyarakat berharap, subsidi gas tidak terus menjadi ladang permainan segelintir oknum, sementara rakyat kecil harus menjerit di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat.[AZ]

KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment