
Kalbar.WARTAGLOBAL.id--Jakarta, Seorang warga sipil berinisial HV menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum pengawal Ketua MPR RI pada Selasa malam (26/8/2025) di ruas Tol Kebon Jeruk–Meruya, Jakarta Barat. Peristiwa ini menimbulkan luka, trauma, serta sorotan terhadap sikap arogan aparat pengawalan pejabat negara.
Menurut kesaksian HV, kejadian bermula sekitar pukul 22.29 WIB saat dirinya tengah melintas menggunakan mobil Wuling Binguo dengan nomor polisi B 1722 EDS. Di lokasi persimpangan menuju Tol Jakarta–Tangerang, jalan yang sempit membuat HV bersinggungan dengan pengendara motor pengawal berinisial F. Tak lama, sebuah Toyota Fortuner hitam yang juga merupakan kendaraan pengawal, bertindak agresif dengan berulang kali memepet dan melakukan rem mendadak.
Kejar-kejaran terjadi hingga depan kantor RCTI, di mana mobil korban sempat ditabrak dari belakang. Situasi semakin memanas setelah HV menghentikan kendaraannya di Gerbang Tol Meruya. Di lokasi tersebut, oknum pengawal F merampas ponsel korban, melontarkan ancaman, hingga memiting dan menjatuhkan HV ke tanah sebelum menginjak kakinya hingga memar.
“Ayo duel, gua abisin lu, ayo ke Polda saja,” ujar F kepada korban.
Dalam situasi itu, supir Fortuner juga melakukan video call dengan seseorang yang diduga atasan mereka, yang bahkan sempat melontarkan kata kasar kepada korban.
Setelah sempat terjadi keributan, seorang pria bernama Irman Sahroni turun dari Fortuner dan mengaku sebagai senior dari para pengawal tersebut. Ia meminta maaf serta menawarkan damai dengan syarat video rekaman yang sempat dibuat korban harus dihapus. HV akhirnya mengalah dan menerima ponselnya kembali, meski harus menghapus seluruh bukti video.
Beberapa jam setelah kejadian, korban mulai merasakan sakit pada tubuhnya. Pukul 02.00 WIB (27/8/2025), HV melapor ke Polres Metro Jakarta Barat dan menjalani visum di RS EMC Kedoya, kemudian mendapat perawatan lanjutan di RS Brawijaya.
Meski telah memaafkan pelaku, HV menegaskan agar kasus ini diproses secara hukum.
“Saya sudah memaafkan, tapi hukum harus tetap ditegakkan. Tidak boleh ada alasan apa pun untuk menghalalkan kekerasan. Saya percaya kasus ini akan diusut tuntas demi keadilan masyarakat sipil,” tegasnya.
Kasus ini menimbulkan perhatian publik, mengingat peristiwa melibatkan pengawal pejabat tinggi negara yang seharusnya menjadi teladan.
Editor : Muchlisin