WARTAGLOBAL.id , Jakarta – Mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), masuk dalam daftar kandidat pemimpin paling korup di dunia untuk tahun 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Tuduhan ini menimbulkan polemik di masyarakat dan menjadi sorotan publik internasional. Dalam keterangannya, Jokowi dengan tegas membantah tudingan tersebut, menyebutnya sebagai “framing jahat” tanpa dasar bukti yang jelas. Mantan orang nomor satu di Indonesia ini menantang pihak-pihak yang melontarkan tuduhan untuk menunjukkan bukti konkret.
“Ini fitnah yang sangat tidak berdasar. Tuduhan ini jelas bermotif jahat dan sengaja dirancang untuk merusak nama baik saya,” ujar Jokowi kepada media. Ia meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh isu yang belum terbukti.
Di sisi lain, Ketua DPP PDI Perjuangan, Ronny Talapessy, menanggapi isu ini sebagai peluang bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunjukkan keberanian dan independensi dalam menyelidiki dugaan korupsi, termasuk terhadap tokoh-tokoh penting. “Kalau ada bukti yang kuat, tentu KPK harus bertindak. Namun, kita harus berhati-hati agar kasus ini tidak dipolitisasi,” tegas Ronny.
PDIP juga menghadapi tekanan lain setelah Sekjen mereka, Hasto Kristiyanto, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap Harun Masiku. Ronny menyebut penetapan tersangka terhadap Hasto sebagai tindakan yang bermuatan politis, mengingat kasus ini berlangsung selama bertahun-tahun tanpa perkembangan signifikan. PDIP bahkan mengkritik KPK karena dianggap tidak fokus mencari Harun Masiku yang hingga kini masih buron.
KPK sendiri menghadapi sorotan tajam dari berbagai pihak terkait langkah-langkah mereka. Publik mendesak agar KPK bekerja lebih transparan dan independen, tanpa pandang bulu. Beberapa kalangan menilai ini adalah momentum bagi lembaga anti-rasuah tersebut untuk memperkuat integritasnya di mata masyarakat. Jika memang tuduhan dari OCCRP memiliki dasar, KPK diminta untuk menyelidiki dengan serius dan menjalin kerja sama internasional guna mengungkap fakta.
Di tengah polemik ini, masyarakat menanti sikap tegas KPK. Lembaga tersebut diharapkan mampu membuktikan bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh tebang pilih, terlepas dari status atau jabatan seseorang. Selain itu, transparansi dan komunikasi publik yang jelas menjadi kunci untuk memastikan tidak ada upaya politisasi dalam kasus ini.
Perkembangan isu ini menjadi ujian besar bagi KPK sekaligus pengingat akan pentingnya supremasi hukum di Indonesia. Apakah lembaga ini mampu menuntaskan kasus-kasus besar secara tuntas atau justru akan terjebak dalam tarik-menarik kepentingan politik? Semua mata kini tertuju pada langkah mereka selanjutnya.[AZ]
Editor:Johandi
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment