Kalbar. WARTAGLOBAL.id, Pontianak – Sidang gugatan yang diajukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap putusan Komisi Informasi Kalimantan Barat dan Erick Martio Suseno, SH., MH., sebagai termohon, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak, terus menuai polemik. Kejanggalan demi kejanggalan terungkap dalam proses persidangan yang dipimpin oleh Hakim Rinova Seppyani Simanjuntak, SH., MH., yang tetap melanjutkan sidang meskipun ada bukti kuat bahwa gugatan BPN cacat hukum.
Dalam sidang pertama, perwakilan BPN datang tanpa surat kuasa yang sah. Hakim sendiri telah mengakui bahwa surat kuasa yang diajukan belum ditandatangani oleh Kepala BPN Kabupaten Kubu Raya, Erwin Rachman, SH. Namun, alih-alih menunda sidang atau menyatakan gugatan tidak sah, hakim justru tetap melanjutkan proses hukum ini, mengabaikan prinsip dasar legalitas dalam persidangan. Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pengamat hukum mengenai keberpihakan majelis hakim dalam perkara ini.
Keanehan semakin mencolok pada sidang kedua yang digelar Senin (10/2). BPN tiba-tiba menghadirkan surat kuasa yang telah ditandatangani dan tertanggal 30 Desember 2024. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa dokumen demi menguatkan posisi hukum penggugat. Jika pada sidang pertama hakim dengan tegas menyatakan bahwa surat kuasa belum ditandatangani, bagaimana mungkin di sidang berikutnya muncul dokumen dengan tanggal jauh sebelum sidang pertama? Namun, hakim kembali menunjukkan sikap yang patut dipertanyakan dengan tetap menerima dokumen tersebut tanpa mempertanyakan kejanggalannya.
Pakar hukum Dr. Hermansyah, SH., M.Hum., menilai sidang ini telah mencoreng integritas hukum. “Surat kuasa adalah syarat mutlak dalam perkara hukum. Jika dalam sidang pertama dinyatakan belum ditandatangani, tetapi di sidang berikutnya tiba-tiba muncul surat bertanggal jauh sebelum itu, ini jelas cacat hukum dan mengarah pada dugaan manipulasi dokumen. Seharusnya, hakim bersikap tegas dengan menolak gugatan ini,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala BPN Kabupaten Kubu Raya, Erwin Rachman, SH., yang disebut-sebut sebagai pihak yang mengeluarkan surat kuasa bermasalah tersebut, hingga kini belum memberikan klarifikasi. Diamnya pihak BPN semakin memperkuat dugaan bahwa ada upaya sistematis untuk memanipulasi proses hukum guna memenangkan gugatan mereka di PTUN. Jika hal ini benar, maka bukan hanya gugatan yang tidak sah, tetapi ada indikasi pelanggaran hukum yang lebih serius.
Sikap hakim yang tetap melanjutkan sidang meskipun ada kejanggalan fatal ini semakin memperburuk citra PTUN sebagai lembaga yang seharusnya menegakkan keadilan. Publik pun mulai mempertanyakan apakah ada kepentingan tertentu yang sedang dimainkan di balik putusan-putusan yang tampak tidak sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku. Jika hakim terus mengabaikan fakta yang jelas-jelas mencurigakan, maka bukan tidak mungkin persidangan ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas, dan banyak pihak menuntut agar Mahkamah Agung turun tangan memeriksa kejanggalan dalam proses persidangan ini. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan semakin tergerus. Semua mata kini tertuju pada majelis hakim PTUN Pontianak: akankah mereka tetap mempertahankan putusan yang cacat hukum, atau memilih menegakkan keadilan yang sesungguhnya?. (Muchlisin)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6d9yRa_QMp2hyphenhyphenvfZtEb4o1q9n-Ld72l_56ldx2KqEGP7fuOUWWi4MNHzLJQJ_4VxzZw9HVEXCK3rG_iNrHUDmN7SiTv-HPBO7MqEMQz4cNXcJvMuzTrDp82_EtNwwZogaGZPLXBBB4y3bMDlV2_q8HWBcyKOO7K6-SxEIRACdUVrWqyPZrYftWHCQv2gL/s16000/text.gif)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment