WARTAGLOBAL.id , Jakarta - Wacana Presiden Prabowo Subianto tentang pengampunan koruptor yang mengembalikan uang negara memicu perdebatan. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menegaskan bahwa meskipun aset hasil korupsi dikembalikan, hal itu tidak dapat menghapus pidana yang dikenakan kepada pelaku. Pernyataan ini merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut secara jelas menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus kewajiban pelaku untuk menjalani hukuman pidana.
Pernyataan Nawawi ini menanggapi pidato Prabowo di Universitas Al Azhar, Mesir, Rabu (18/12). Dalam pidatonya, Prabowo menyebutkan bahwa koruptor yang mengembalikan uang hasil curiannya mungkin bisa dimaafkan. Prabowo juga mengajak koruptor untuk bertobat dengan mengembalikan uang rakyat. "Kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan, dong," ujar Prabowo. Ia bahkan menawarkan pengembalian uang secara diam-diam demi mempermudah proses.
Namun, Nawawi memperingatkan bahwa wacana seperti itu bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku di Indonesia. Menurutnya, jika pemerintah ingin memberikan pengampunan kepada koruptor, maka Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 harus dihapus terlebih dahulu. "Dengan ini bisa disimpulkan bahwa tindakan pengampunan itu akan tidak bersesuaian dengan makna ketentuan pasal 4 tersebut," kata Nawawi.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, yang juga politisi Partai Gerindra, menjelaskan bahwa pernyataan Prabowo sebenarnya menyinggung soal keringanan hukuman, bukan penghapusan pidana. Menurutnya, sikap kooperatif koruptor, seperti mengakui kesalahan dan mengembalikan aset hasil korupsi, dapat menjadi faktor yang meringankan hukuman sesuai mekanisme hukum yang ada. "Tidak mungkin Prabowo memaafkan koruptor begitu saja. Tentu ada proses hukum yang berlaku," ujar Habiburokhman.
Meski begitu, usulan Prabowo menuai kritik dari berbagai pihak. Banyak yang khawatir bahwa pendekatan tersebut dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan memberi kesan bahwa tindak pidana korupsi memiliki jalan keluar yang mudah. Para pengamat hukum juga menyoroti risiko penyalahgunaan kebijakan tersebut, yang dikhawatirkan dapat memicu koruptor lain untuk mengambil risiko serupa.
Wacana ini juga membuka diskusi lebih luas mengenai strategi pemberantasan korupsi di Indonesia. Beberapa pihak menilai bahwa hukuman pidana yang berat tanpa pengecualian tetap menjadi langkah yang lebih efektif untuk menimbulkan efek jera. Di sisi lain, ada pula yang memandang pentingnya pemulihan kerugian negara sebagai prioritas utama dalam menangani kasus korupsi.
Hingga saat ini, wacana pengampunan bagi koruptor yang mengembalikan aset masih menjadi perdebatan panas di masyarakat. Terlepas dari niat baik Prabowo, para ahli hukum menegaskan pentingnya memperhatikan asas kepastian hukum dan keadilan dalam setiap kebijakan yang diambil. Wacana ini, jika tidak diimbangi dengan regulasi yang jelas, dikhawatirkan justru menimbulkan kontroversi dan keraguan terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.[AZ]
Editor:Junaidi
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment