Kalbar.WARTAGLOBAL.id , Sintang – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di sepanjang Sungai Kapuas Kanan Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, semakin tak terkendali. Puluhan lanting jek, alat utama penambangan emas ilegal, beroperasi leluasa tanpa gangguan berarti. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait keseriusan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menindak pelanggaran ini. Bahkan, sinyal pembiaran oleh pihak tertentu semakin menguat di tengah absennya razia yang signifikan.
Warga yang bermukim di sekitar lokasi PETI mengaku resah dengan kebisingan mesin-mesin tambang dan dampak lingkungannya. "Tidak pernah ada tindakan tegas. Kalau ada razia, paling hanya sekadar imbauan. Kami curiga ada yang melindungi," ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Meski aktivitas ini membawa risiko serius bagi masyarakat dan lingkungan, para pelaku PETI tampak bebas beroperasi tanpa rasa takut.
Sikap bungkam dari Kapolres Sintang, AKBP I Nyoman Budi Artawan, semakin mempertegas dugaan adanya pembiaran. Upaya konfirmasi dari media tidak membuahkan hasil, dengan Kapolres memilih untuk tidak memberikan tanggapan terkait maraknya PETI di wilayah hukumnya. Padahal, aktivitas ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009. Pelaku penambangan ilegal dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar, namun kenyataan di lapangan menunjukkan seolah hukum tak lagi bertaring.
Lebih dari sekadar persoalan hukum, dampak lingkungan akibat PETI mulai dirasakan masyarakat sekitar. Penggunaan cairan merkuri dalam proses pemisahan emas mencemari air Sungai Kapuas, yang menjadi sumber utama air bersih bagi warga. Selain itu, sedimentasi yang diakibatkan tambang emas ilegal mempercepat pendangkalan sungai, meningkatkan risiko banjir di musim hujan. "Kami takut air sungai yang tercemar ini membahayakan kesehatan anak-anak kami," keluh seorang ibu rumah tangga yang tinggal di pesisir sungai.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menaruh perhatian serius pada masalah tambang ilegal ini dalam program kerja 100 hari pemerintahannya. Kapolri juga telah memerintahkan jajaran kepolisian untuk memberantas PETI di seluruh Indonesia. Namun, di Sintang, instruksi ini tampaknya tidak berjalan efektif. Ketidaktegasan APH setempat membuat masyarakat mempertanyakan sejauh mana komitmen pemerintah dalam menangani tambang ilegal.
Solusi jangka panjang menjadi kunci agar permasalahan PETI tidak terus berulang. Pemerintah diharapkan tidak hanya menindak tegas para pelaku tambang ilegal, tetapi juga memberikan alternatif mata pencaharian bagi masyarakat yang terlibat. Program seperti tambang rakyat yang legal dan ramah lingkungan dapat menjadi solusi yang mengakomodasi kebutuhan ekonomi masyarakat tanpa mengorbankan lingkungan.
Desakan dari pemerhati lingkungan juga semakin menguat. Mereka meminta APH, khususnya Polres Sintang dan Polda Kalbar, untuk segera mengambil langkah nyata. "Kami sudah sering melihat kerusakan lingkungan akibat PETI, tapi sayangnya, tindakan nyata dari aparat hukum sangat minim," ujar seorang aktivis lingkungan dari Sintang. Jika pembiaran terus terjadi, kerusakan lingkungan yang diakibatkan PETI akan menjadi bom waktu yang menghancurkan kehidupan masyarakat di sekitar Sungai Kapuas.
Masyarakat kini menunggu bukti nyata dari pemerintah dan APH. Penegakan hukum yang tegas, konsisten, dan transparan adalah satu-satunya cara untuk menghentikan aktivitas PETI yang sudah merusak hukum, lingkungan, dan kehidupan warga. Tanpa itu, Sungai Kapuas yang menjadi nadi kehidupan masyarakat akan semakin terpuruk, membawa ancaman yang lebih besar di masa depan.[AZ]
Editor:Johandi
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment