Istana Kesultanan Sintang
Pada abad ke-13, nama "Kerajaan Sintang" mulai dikenal ketika Demong Irawan, juga dikenal sebagai Jubair Irawan I, memindahkan pusat kerajaan ke Senentang. Wilayah ini terletak di persimpangan antara Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Nama "Senentang" kemudian berubah menjadi Sintang. Di bawah pemerintahan Demong Irawan, wilayah kerajaan meluas mencakup Kecamatan Sepauk dan Kecamatan Tempunak.
Peralihan dari Hindu Kaharingan ke Islam
Abang Tembilang, juga dikenal sebagai Abang Pencin, adalah penguasa terakhir Kerajaan Sintang yang masih menganut kepercayaan Hindu Kaharingan. Namun, ia juga tercatat sebagai raja pertama yang memeluk Islam di Sintang, menandai awal babak baru kerajaan. Setelah masa pemerintahan Abang Tembilang, tahtanya diwariskan kepada putranya, Abang Tunggal, yang kemudian menyerahkan kekuasaan kepada Abang Nata.
Transformasi besar terjadi pada masa pemerintahan Sri Paduka Tuanku Sultan Nata Muhammad Syamsudin Sa’adul Khairi Waddin. Beliau adalah pemimpin pertama Sintang yang menggunakan gelar "Sultan." Pada masa pemerintahannya, sejumlah keputusan penting diambil, antara lain:
1. Penetapan Sintang sebagai wilayah Kesultanan Islam.
Sintang resmi menjadi kesultanan dengan sistem pemerintahan berbasis Islam.
2. Penggunaan gelar Sultan bagi pemimpin Kesultanan Sintang.
Gelar ini mencerminkan identitas baru kerajaan yang berlandaskan syariat Islam.
3. Penyusunan undang-undang Kesultanan Sintang.
Sultan Nata Muhammad Syamsudin menulis undang-undang tersebut dengan tangannya sendiri, menggunakan aksara lokal sebagai bagian dari kearifan budaya.
Warisan dan Peninggalan
Kesultanan Sintang terus memainkan peran penting dalam sejarah Kalimantan Barat. Situs-situs seperti Batu Lingga, arca Nandi, dan makam Aji Melayu menjadi bukti nyata peralihan dari sistem kepercayaan lokal menuju Islam. Hingga kini, sejarah Kesultanan Sintang tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat setempat, mencerminkan keberagaman budaya dan keyakinan yang telah membentuk wilayah ini selama berabad-abad.
Kisah panjang ini menunjukkan bagaimana Kerajaan Sintang berhasil mempertahankan eksistensinya sekaligus beradaptasi dengan perubahan zaman dan keyakinan.
[Johandi]
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment