Kalbar.WARTAGLOBAL.id, Ketapang —
Aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, makin menggila. Investigasi lapangan yang dilakukan pada Sabtu (3/5/2025) menemukan praktik tambang liar berjalan terang-terangan, lengkap dengan alat berat dan sistem operasional tersendiri. Ironisnya, tak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Di kawasan Lubuk Toman, Kilometer 26, tim wartawan menemukan sejumlah ekskavator dan dompeng (alat tambang tradisional) beroperasi. Informasi mengenai biaya dan persyaratan menambang diperoleh dengan mudah—mengindikasikan adanya tata kelola tambang di luar hukum yang telah berlangsung lama.
Warga sekitar mengaku sudah sangat terdampak. Sungai yang dulunya bersih kini keruh, lahan pertanian rusak, dan mata pencaharian terganggu. Namun, setiap upaya razia aparat selalu gagal menangkap pelaku.
“Kalau aparat datang, alat dan orangnya sudah hilang. Sudah rahasia umum, mereka selalu tahu lebih dulu,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
Data investigasi mencatat setidaknya 20 pemilik alat berat dan dompeng yang beroperasi di wilayah tersebut, di antaranya:
To – 2 dompeng, unit HITACHI (pengurus: YU)
Ms – 2 dompeng, unit SANY H01
Sy – 1 dompeng, unit SUMITOMO
Sy (untuk Hr) – 2 dompeng, unit HITACHI
Hn (via Ri) – 1 puso, unit SUMITOMO
Hn (via Ar) – 3 dompeng, unit SUMITOMO
Ah (via Gdn) – 3 dompeng, unit CAT
… serta setidaknya 12 nama lainnya.
Saat dikonfirmasi, Kapolres Ketapang justru menyatakan bahwa tidak ditemukan aktivitas tambang di lokasi. “Hanya ada ekskavator rusak yang sudah lama ditinggalkan,” ujarnya lewat pesan WhatsApp.
Pernyataan itu bertolak belakang dengan temuan langsung di lapangan—menambah kuat dugaan adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum aparat.
Lemahnya penindakan makin nyata ketika data dari Kejaksaan Negeri Ketapang menunjukkan hanya empat kasus tambang ilegal yang berhasil diproses sepanjang tahun ini—angka yang sangat kecil dibanding skala pelanggaran yang terjadi.
Pelanggaran Hukum yang Jelas dan Terbuka
Praktik tambang ilegal ini secara terang-terangan telah melanggar sejumlah undang-undang penting:
1. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 158: Penambangan tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Pasal 98: Pencemaran atau perusakan lingkungan secara sengaja diancam pidana 3–10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
3. KUHP Pasal 221:
Menyembunyikan pelaku kejahatan atau membocorkan informasi razia dapat dipidana.
4. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Jika terbukti ada suap atau gratifikasi terhadap aparat untuk melindungi aktivitas tambang ilegal.
Sistemik dan Terstruktur
Dugaan kebocoran informasi, minimnya penindakan, serta perbedaan keterangan antara aparat dan temuan lapangan memperlihatkan bahwa persoalan ini bukan lagi sebatas pelanggaran hukum biasa, melainkan persoalan sistemik dan terstruktur.
Masyarakat dan lingkungan terus menjadi korban, sementara hukum tampak lumpuh di hadapan tambang ilegal yang terus menggali keuntungan.
Situasi ini menuntut intervensi serius dari otoritas pusat dan lembaga independen untuk mengusut dan menindak tuntas semua pihak yang terlibat—baik pelaku, pemodal, maupun aparat yang membekingi.[AZ]
Sumber:Tim Investigasi

KALI DIBACA
Alah LSM ada maunya maknya ketambang🤣🤣🤣
ReplyDelete