
Yang menjadi sorotan publik adalah keterlibatan berbagai pihak dalam penggeledahan—mulai dari Polda Kalbar, BAIS, BIN, hingga Kejaksaan Tinggi—namun hasilnya tak berujung pada tindakan hukum yang nyata. Di tengah kemandekan ini, Wakil Gubernur Kalbar Krisantus Kurniawan menjadi sasaran komentar pedas dari netizen. Tak sedikit yang menuding pernyataan beliau soal keseriusan pemerintah provinsi dalam mengawal kasus ini hanyalah omon-omon alias omong kosong.
Namun jika dicermati secara objektif, Wakil Gubernur telah menjalankan fungsinya sesuai kewenangan yang ia miliki. Krisantus bukanlah aparat penegak hukum (APH), dan kewenangan eksekusi hukum berada sepenuhnya di tangan Polda Kalbar. Dalam beberapa pernyataan, Krisantus telah mendorong penuntasan kasus ini dan mendesak aparat bertindak tegas. Namun sejauh ini, langkah tersebut tampaknya tak cukup kuat untuk menggerakkan roda hukum yang terkesan tersendat.
Sumber internal dari kalangan akademisi hukum Universitas Tanjungpura yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa kasus ini semestinya sangat mudah diungkap.
“Gudangnya jelas, produk oli palsunya ada, label dan kemasan ada, pemilik terdata. Harusnya, ini bukan lagi soal penyelidikan awal. Amankan dulu pelaku utama atau pengelola gudang, baru kembangkan ke jaringan lain,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, jika aparat daerah tak mampu menyelesaikan perkara sebesar ini, maka perlu ada campur tangan dari Mabes Polri atau bahkan KPK jika ditemukan indikasi permainan dalam proses hukum.
Lebih mengejutkan lagi, publik mempertanyakan keberadaan instansi intelijen dan aparat penegak hukum lain yang turut serta dalam penggeledahan. Sejak penggerebekan di Komplek Pergudangan Ekstra Joss beberapa waktu lalu, tidak ada pernyataan resmi atau tindak lanjut yang jelas dari unsur BAIS, BIN, maupun Kejati.
“Ini yang membuat publik bingung. Apakah mereka tidak ikut mengawal proses ini? Atau memang tidak berdaya menghadapi kekuatan di balik bisnis ilegal ini?” ujar seorang aktivis antikorupsi Kalbar yang meminta namanya dirahasiakan.
Sementara itu, tagar-tagar seperti #OliPalsuKalbar #TuntaskanKasusGudangEkstraJoss #APHDiam mulai ramai digunakan netizen sebagai bentuk protes virtual terhadap lambannya proses hukum. Banyak yang menilai, jika penanganan kasus sejelas ini saja bisa mandek, bagaimana nasib kasus-kasus besar lain yang lebih kompleks?
Kasus ini pun menjadi cerminan nyata pertanyaan lama yang kembali mengemuka: Apakah hukum di negeri ini masih berpihak pada keadilan, atau justru tunduk pada kekuatan uang dan pengaruh?
(Bersambung)
Editor:[AZ]
No comments:
Post a Comment