Sungai Kapuas Diambang Maut, PETI Jalan Terang-terangan, Hukum ke Mana?” - Warta Global Kalbar

Mobile Menu

Top Ads

Klik

Berita Update Terbaru

logoblog

Sungai Kapuas Diambang Maut, PETI Jalan Terang-terangan, Hukum ke Mana?”

Saturday, 1 November 2025

Kalbar.WARTAGLOBAL.id-- Sanggau, 1 November 2025,Deru mesin dompeng kembali memecah kesunyian Sungai Kapuas. Di bawah terik matahari, puluhan lanting bermesin jek berjejer rapat di perairan Desa Sungai Batu, Mapai, hingga Semerangkai. Asap hitam mengepul, air sungai menghitam, sementara aroma logam berat tercium di udara.

Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Sanggau kembali menggeliat. Dan kali ini, geliatnya bukan sembarangan. Aktivitas ilegal itu disebut-sebut “aman” karena ada setoran rutin ke oknum aparat.

Informasi dari warga dan pemerhati lingkungan menyebutkan, setiap pemilik lanting dikabarkan menyetor hingga Rp7 juta per unit kepada oknum penegak hukum di tingkat kabupaten agar aktivitas PETI berjalan mulus tanpa gangguan.

“Masyarakat sudah muak. Sungai rusak, ikan mati, tapi pelaku PETI jalan terus. Polisi datang hanya kalau sudah viral, ambil foto, lalu bilang ‘tidak ada aktivitas’. Padahal bukti dari warga jelas,” tegas IW, pemerhati lingkungan Sanggau, Jumat (1/11).

IW menuding, lemahnya penegakan hukum menunjukkan adanya pembiaran sistematis.
“Kalau Kapolda Kalbar serius, harus turun langsung ke lapangan. Kalau tidak, biar Mabes Polri yang ambil alih. Ini bukan lagi tambang liar — ini bisnis gelap terorganisir yang merusak lingkungan dan mencoreng wajah penegak hukum,” katanya dengan nada keras.

Kapuas di Ambang Kematian Ekologis

PETI bukan sekadar mencuri emas, tapi membunuh ekosistem Sungai Kapuas perlahan. Aktivitas penambangan menggunakan air raksa (merkuri) menyebabkan pencemaran berat.
Akibatnya:
Air Sungai Kapuas berubah warna dan beracun, 
Populasi ikan menurun drastis
Sungai dangkal akibat sedimentasi. 

Data lembaga lingkungan menyebut, merkuri bisa masuk ke rantai makanan manusia dan merusak otak anak-anak. “Kalau dibiarkan, Kapuas akan jadi sungai mati. Racun sudah menyebar, dan dampaknya akan terasa puluhan tahun,” ujar IW menambahkan.

 Hukum Dilanggar, Aparat Diam

Aktivitas PETI jelas melanggar banyak aturan, di antaranya:

Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba:
Penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar bagi pelaku tambang tanpa izin.

Pasal 98 & 99 UU PPLH (UU No. 32/2009):
Pidana 10 tahun dan denda Rp10 miliar bagi pencemar lingkungan.

Pasal 12 huruf e UU Tipikor:
Aparat penerima setoran ilegal terancam 20 tahun penjara.

Namun hukum tampak hanya tegas di atas kertas. Di lapangan, suara mesin tambang lebih nyaring daripada suara keadilan.

Masyarakat Desak Mabes Polri Turun

Gelombang desakan kini semakin keras. Tokoh masyarakat dan adat meminta Kapolri dan Mabes Polri membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan keterlibatan aparat daerah dalam pembiaran PETI.

“Sudah cukup Kapuas jadi korban. Kalau aparat di sini tak mampu, biar pusat yang bongkar semua. Jangan tunggu sungai ini mati baru bertindak,” ujar seorang tokoh adat Sanggau yang minta namanya disembunyikan.

Kapuas Menangis, Kepercayaan Publik Menipis

Sungai Kapuas — kebanggaan Kalimantan Barat dan salah satu sungai terpanjang di Indonesia, kini di ambang kehancuran ekologis. PETI bukan hanya merampas emas, tapi juga merampas masa depan dan kepercayaan rakyat terhadap hukum.

“Kalau hukum terus tumpul ke atas, jangan salahkan rakyat kalau nanti percaya bahwa keadilan hanya untuk yang punya setoran,” pungkas IW dengan nada getir.


Editor : Tim WGR


Klik