Komisi Yudisial Analisis Dugaan Pelanggaran Etik Hakim dalam Kasus Harvey Moeis - Warta Global Kalbar

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

Komisi Yudisial Analisis Dugaan Pelanggaran Etik Hakim dalam Kasus Harvey Moeis

Thursday, 23 January 2025

Wartaglobal.id,Jakarta—Komisi Yudisial (KY) menyatakan telah menyelesaikan analisis terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis. Kasus ini menarik perhatian publik karena terdakwa, yang terlibat dalam dugaan korupsi tata niaga timah dengan kerugian negara mencapai Rp300 triliun, hanya dijatuhi hukuman 6 tahun 6 bulan penjara.

Langkah KY berikutnya adalah membawa hasil analisis tersebut ke rapat konsultasi sebelum memulai proses pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait. "Selanjutnya, KY mulai mengagendakan pemeriksaan terhadap beberapa pihak pelapor dan saksi-saksi. Tidak menutup kemungkinan, kami juga akan melakukan pemanggilan terhadap terlapor," ujar Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/1).

Vonis yang Menuai Kritik

Pada Senin (6/1), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan hukuman pidana terhadap Harvey Moeis. Ia divonis 6 tahun 6 bulan penjara, denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan kewajiban membayar uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.

Majelis hakim dalam kasus ini terdiri dari Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto, dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono. Vonis tersebut memicu kritik keras dari masyarakat dan lembaga antikorupsi yang menilai hukuman tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara akibat tindak pidana tersebut.

Proses Tindak Lanjut oleh KY

Menurut Mukti, setelah rapat konsultasi, KY akan memastikan setiap tahapan dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pemeriksaan tidak hanya akan melibatkan pelapor, tetapi juga saksi-saksi yang relevan. "Kami bertujuan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dengan memastikan tidak ada pelanggaran etik dalam proses penanganan perkara," tegasnya.

KY memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung jika ditemukan bukti pelanggaran etik oleh majelis hakim. Proses ini dinilai krusial untuk memastikan integritas sistem hukum Indonesia tetap terjaga.

Desakan Publik untuk Reformasi

Kasus Harvey Moeis menjadi sorotan tidak hanya karena nilai kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun, tetapi juga karena vonis yang dianggap terlalu ringan. Aktivis antikorupsi dan sejumlah pakar hukum menyerukan perlunya reformasi dalam sistem peradilan untuk mencegah adanya dugaan perlakuan tidak adil dalam proses hukum.

"Vonis seperti ini memberikan preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi, apalagi jika dilihat dari dampaknya terhadap perekonomian negara," kata Taufik Rahman, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum dan Kebijakan Publik.

Pengawasan terhadap Sistem Peradilan

Komisi Yudisial menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawasi kasus ini hingga tuntas. Jika ditemukan pelanggaran etik, rekomendasi sanksi akan diajukan untuk memastikan keadilan dapat ditegakkan.

Mukti Fajar menegaskan bahwa langkah KY adalah bagian dari upaya menjaga integritas hakim di Indonesia. "Kami ingin memastikan bahwa prinsip keadilan tidak hanya diucapkan, tetapi benar-benar diterapkan dalam setiap proses peradilan," pungkasnya.

Kasus ini dipastikan akan terus menjadi perhatian publik, terutama dengan besarnya kerugian negara yang terungkap dalam perkara tersebut. KY diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam memperbaiki sistem peradilan di Tanah Air.(Kzn)



KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment