
Kalbar.WARTAGLOBAL.id-- Pontianak, Polemik pembangunan menara telekomunikasi Indosat di Gang Bersama 2, Jalan Tabrani Ahmad, Kelurahan Sungai Jawi Dalam, kembali memanas setelah ibu-ibu warga setempat mendatangi kantor lurah untuk menyampaikan protes(1/12-2025). Mereka menilai pembangunan menara tersebut diduga tidak mengantongi persetujuan puluhan warga yang berada dalam radius terdampak, seperti yang sebelumnya diberitakan beberapa media.
Kedatangan warga tersebut disambut langsung oleh Lurah Sungai Jawi Dalam, Mawardi. Meski situasi awal cukup tegang, Mawardi tetap menerima warga dengan ramah dan mempersilakan mereka menyampaikan keberatan secara terbuka di ruang kerjanya.
Di tengah dialog, seorang warga bernama Amel menegaskan bahwa dirinya tetap menolak pembangunan menara, meski ada sebagian warga lainnya yang disebut menyetujui. Menurut Amel, proses pembangunan menara tersebut tersebut tidak sesuai SOP, terutama terkait sosialisasi lingkungan yang wajib dilakukan kepada warga terdampak langsung, di tambah lagi tidak ada nya pengawasan ahli selama proses pembangunan konstruksi.

Suasana semakin memanas ketika mertua Amel, yang akrab di sapa Bu Haji, turut angkat bicara. Dengan logat Melayu Pontianak yang kental, ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap lurah. “Saye sedeh dengan bapak karene ndak ade menindaki,” ujarnya sambil melangkah keluar dari ruang kerja lurah sebagai bentuk protes.
Menanggapi berbagai keluhan tersebut, Mawardi berusaha mendinginkan suasana. Ia menyatakan bahwa seluruh aduan warga akan ditindaklanjuti dan ia berjanji menyelesaikan perkara dalam tempo dua hari, termasuk mengecek legalitas perizinan dan kesesuaian prosedurnya.
Pendapat Ahli: Pembangunan Menara Wajib Lewati Persetujuan Lingkungan
Pakar tata ruang dan infrastruktur telekomunikasi, Dr. Ir. M. Yusran, saat dimintai pandangan terpisah, menyebutkan bahwa pembangunan menara telekomunikasi wajib memenuhi mekanisme konsultasi dan persetujuan warga dalam radius terdampak.
Menurutnya, beberapa aturan yang menjadi rujukan antara lain:
1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi.
2. Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung dan Persyaratan Teknis Menara Telekomunikasi.
3. Perda dan Perwako setempat mengenai bangunan dan izin lingkungan.
Dr. Yusran menjelaskan:
“Jika benar tidak ada sosialisasi dan persetujuan warga sekitar, maka pembangunan menara dapat dianggap cacat prosedur. Pemerintah daerah berhak menghentikan sementara kegiatan sampai izin dinyatakan lengkap.”
Ia juga menegaskan bahwa validasi UPL/UKL atau dokumen lingkungan lainnya sangat penting untuk memastikan keamanan dan kenyamanan warga yang tinggal dalam radius tertentu.
Sanksi Hukum Jika Terbukti Tidak Berizin
Apabila pembangunan menara dilakukan tanpa izin lengkap atau tanpa persetujuan lingkungan, terdapat sejumlah sanksi yang dapat diberlakukan, di antaranya:
1. Sanksi Administratif
Berdasarkan Permen Kominfo No. 2 Tahun 2023, sanksi berupa:
Peringatan tertulis
Penghentian sementara kegiatan pembangunan
Pencabutan izin mendirikan menara
2. Sanksi Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jika menara dibangun tanpa dokumen lingkungan (UKL-UPL/AMDAL), dapat dikenakan:
Pasal 109: Pidana 1 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar bagi kegiatan yang dilakukan tanpa izin lingkungan.
3. Sanksi Berdasarkan UU Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007)
Jika pembangunan menara melanggar tata ruang:
Pasal 69 & 70: sanksi administratif hingga pembongkaran bangunan.
Pasal 61 & 69: Pidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 500 juta jika terbukti menimbulkan kerugian masyarakat.
Dengan adanya pendapat ahli dan potensi sanksi hukum tersebut, warga berharap pemerintah kelurahan benar-benar melakukan verifikasi menyeluruh. Sementara itu, janji lurah untuk menyelesaikan masalah dalam dua hari menjadi perhatian utama warga yang menginginkan kepastian hukum dan kenyamanan lingkungan tempat tinggal mereka.
Editor : Tim WGR

