Wartaglobal.id,Tangerang– Kontroversi mengenai penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, terus menyita perhatian publik. Dengan luas lahan mencapai 300 hektare dan nilai taksir sekitar Rp6 triliun, dugaan fee sebesar Rp150 miliar semakin menambah sorotan pada kasus ini.
Kasus ini bermula dari penerbitan sertifikat HGB untuk 263 bidang tanah, yang sebagian besar berada di wilayah perairan Desa Kohod. Investigasi mengungkapkan bahwa PT Cahaya Inti Sentosa, sebuah perusahaan dengan mayoritas saham dimiliki oleh pengusaha Sugianto Kusuma alias Aguan, tercatat sebagai pemilik sertifikat tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait legalitas penerbitan sertifikat di atas lahan yang seharusnya tidak bisa dialihfungsikan.
Berdasarkan laporan, modus yang digunakan dalam kasus ini melibatkan perubahan status lahan melalui pemetaan ulang serta penerbitan sertifikat tanpa prosedur yang sesuai. Kepala Desa Kohod, Arsin, disebut-sebut turut terlibat dalam alih fungsi lahan perairan menjadi lahan bersertifikat. Hal ini semakin mempertegas adanya praktik mafia tanah di balik proyek tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan akan meninjau ulang penerbitan sertifikat tersebut untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan bahwa penerbitan sertifikat HGB di atas perairan tanpa izin yang sah adalah tindakan ilegal.
"Kami akan memeriksa ulang dokumen-dokumen terkait dan memastikan proses ini tidak melanggar hukum," ujar seorang pejabat dari ATR/BPN.
Pemerintah daerah bersama aparat hukum kini tengah melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini. Masyarakat berharap agar tindakan hukum dilakukan secara tegas dan transparan, mengingat dampaknya yang besar terhadap kepercayaan publik.
Kasus ini menjadi viral di media sosial, dengan ribuan komentar masyarakat yang mengecam dugaan praktik korupsi. Banyak yang berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting dalam pengelolaan lahan di Indonesia, terutama untuk mencegah pengulangan praktik mafia tanah.
"Jika hal ini dibiarkan, akan ada lebih banyak wilayah publik yang disulap menjadi aset pribadi tanpa dasar hukum yang jelas," ujar seorang aktivis anti-korupsi.
Dengan nilai lahan yang fantastis, kasus ini diharapkan mampu membuka jalan untuk reformasi tata kelola tanah dan pertanahan yang lebih baik. Semua pihak kini menantikan langkah konkret pemerintah dan penegak hukum untuk menuntaskan polemik ini secara adil dan transparan.(Kzn)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment